Kamis, 09 Desember 2010

Cerpen yang aku buat bersama sahabat ku

CINTA TAK DIMENGERTI
By: Fathia R & Firda A
Namaku Gita Wijaya Kusuma, 19 tahun, sekarang aku sedang dalam proses pertunangan yang tak aku inginkan sama sekali.  Ayahku, Jendral Prabu Wijaya Kusuma menjodohkanku dengan Jendral Muda bernama Rifan Wijoyo Ningrat, 20 tahun. Ku akui, Rifan memang tampan, sudah mapan, baik pula, tapi Rifan terlalu dingin, sifatnya seperti Ayah, tak bisa ditentang. Aku tak mencintainya. Hanya satu orang yang aku cinta, yaitu Faris Sanjaya, 21 tahun, ajudan Ayahku. Walaupun Faris hanya seorang ajudan, tapi entah kenapa, saat aku memandang kedua matanya, kurasakan kebahagiaan dan kehangatan juga kelembutan merasuk di jiwaku. Aku tak mengerti, mengapa bisa tumbuh benih-benih cinta jika aku memandang matanya, apa karena ia rupawan? Ahh...aku tak tahu, rasa ini tiba-tiba muncul. Ingin ku katakan kepada Ayah, Bahwa aku mencintai Faris. Tapi Ayah tak bisa dikekang. Walaupun aku menangis tujuh hari tujuh malam, tetap saja dia akan melaksanakan pertunangan ini.
                                                            ***
Hari ini, cincin pertunanganku sudah disematkan di jari manisku. Rifan sudah sah menjadi tunanganku. Sekarang, dia duduk tepat disebelahku. Laki-laki nan rupawan, yang tak mungkin akan ditolak para wanita. Tapi mungkin aku tak begitu, karena pandanganku selalu tertuju pada seseorang yang selalu berada dibelakang Ayahku, Faris.
Saat aku sedang memandang kearah Faris, tiba-tiba Rifan memegang tanganku, dan membawaku ke suatu tempat yang lebih tenang di bandingkan ruang pesta pertunangan kami.
“aku lihat, kamu gak bahagia? Ini kan hari pertunangan kita,” Rifan mengawali percakapan. Tapi aku hanya Diam.
“Aku mencintai kamu Gita, aku sayang sama kamu. Aku bahagia sekarang, tapi kalau aku liat kamu gak bahagia, aku juga gak bisa bahagia. Jadi aku mohon, jujur sama aku. Apa kamu mencintaiku?” sambung Rifan, yang membuat hatiku berdegup kencang, membuat bibirku tak bisa berkata apapun. Aku hanya diam, menatap matanya yang tulus menyatakan Cinta padaku. Aku tak tega. Aku berlari sekencang mungkin, meninggalkan Rifan yang masih mengharap suatu kata keluar dari mulutku. Aku tak bisa mencintainya, juga tak bisa membencinya. Apa aku salah? Apa yang harus aku lakukan. Apa aku harus jujur?.
“BRUUKKK!!!” ouch! Aku menabrak seseorang!.
“Nona? Nona gak apa-apa?” Suara itu...Familiar.
“oh...gak apa-ap.....pa” aku tergagap saat melihat orang yang aku tabrak. Itu Faris! Cintaku!.      Entah kenapa saat memandang mata Faris, tangisku meledak. Aku bingung. Wajah Faris terlihat khawatir melihatku menangis. Mungkin dia mengira aku menangis karena bertabrakan dengannya. Padahal bukan itu.
“loh? Kok nangis? Ayo aku bantu berdiri. Kita duduk di bangku taman itu” Faris mencoba menolongku. Ia membopongku ke bangku taman, padahal aku baik-baik saja.
“kenapa Nona sendiri? Rifan kemana?” sambung Faris seraya ingin tau apa yang sebenarnya terjadi antara Rifan dan aku di hari pertunanganku ini.
“jangan panggil aku Nona. Panggil aku Gita,” aku tak suka dipanggil Nona
“ya...Gita” ucapnya sambi tersenyum kecil kepadaku.
“aku sayang sama kamu Ris!” Tegasku.
“hah?!” Faris terkejut.
“iya Ris, aku sayang sama kamu, cinta sama kamu. Aku gak cinta sama Rifan. Aku cinta sama kamu Ris!” ucapku, yang berusaha meyakinkan Faris, bahwa aku tak bercanda.
“gak boleh. Kamu gak boleh begitu. Kamu lebih bahagia dengan Rifan, dibanding dengan aku. Sebenarnya... aku juga sayang sama kamu Git. Tapi aku tau, gak seharusnya.”
Aku tercengang mendengar pernyataan Faris. Sekaligus sadar akan kata-katanya. Tapi... apa benar cinta ini salah?. Kadang-kadang Cinta tak dapat ku mengerti.
            “Jika kamu lebih bahagia dengannya. Aku ikhlas, asalkan kamu bahagia” ucap Rifan yang tiba-tiba muncul mengejutkanku dan Faris. Rifan berjalan kearahku, menyambar tanganku, dan melepas cincin yang baru tadi ia sematkan di jari manisku. “aku tau, kamu mencintainya. Aku dengar semua percakapan kalian. Aku ikhlas Git. Aku bahagia, kalau kamu juga bahagia. Aku tau, hanya dia yang kamu cintai. Bukan aku. Semoga kamu lebih bahagia dengan Faris. Masalah Ayahmu, aku akan bicara padanya,” Jelas Rifan sejelas-jelasnya.
“terima kasih, Rifan. Kamu udah mau ngertiin aku” Jawabku.
Rifan tersenyum kearahku dan Faris. Senyum ketulusan cinta yang ia berikan padaku.  





18 February 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar